Facebook Fans
Map Visitor
LANGUAGE
Sabtu, 09 Juli 2011
Macan Kurung
MACAN kurung adalah sebuah karya seni ukir khas Jepara yang berkembang sejak zaman RA Kartini dan mengalami kejayaan selama kurang lebih satu abad sesudahnya. Macan kurung muncul di tengah-tengah sistem pemerintahan kolonial dan adat-istiadat budaya feodal. Diduga karya seni ini sebagai ekspresi simbolis perlawanan para perajin ukir atas tekanan hidup yang dirasakan saat itu.
Karya seni itu berbentuk seekor macan yang hidup di dalam sebuah kurungan. Di dalam kurungan terdapat pula bola yang dapat menggelinding dan rantai pengikat macan. Bagian atas kurungan sering diberi berbagai hiasan berbentuk binatang, seperti burung, naga, ular, dan sebagainya.
Karya itu mempunyai keunikan tersendiri dari teknik pembuatannya. Ukiran ini dibuat pada segelondong kayu utuh tanpa dibelah dan tanpa sambungan. Karena keunikan-keunikan inilah macan kurung pernah menjadi primadona pada masa sebelum booming industri mebel ukir Jepara.
Disebut macan kurung Belakanggunung karena karya seni ini lahir dari tangan terampil seniman ukir masyarakat Dukuh Belakanggunung Desa Mulyoharjo Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara.
Belakanggunung merupakan salah satu wilayah yang sangat bersejarah dan paling fenomenal dalam ranah pertumbuhan kerajinan ukir kayu di kabupaten itu. Sebuah mitos keajaiban pahat pusaka dan sejarah perkembangan ukiran Jepara tidak lepas dari dukuh tersebut.
Kegiatan mengukir itu terus tumbuh dan berkembang sampai sekarang sehingga menjadi pilar utama terciptanya kesejahteraan masyarakat setempat. Seni ukir macan kurung Belakanggunung juga menjadi salah satu embrio bagi tumbuhnya sentra seni ukir patung Mulyoharjo yang juga menjadi primadona Kabupaten Jepara.
Namun ketika Belakanggunung telah mengalami kejayaan sebagai sentra seni ukir patung, justru keberadaan macan kurung dewasa ini makin tergeser oleh produk-produk baru. Ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami adalah ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkannya.
Tidak diproduksinya macan kurung oleh perajin sekarang bukan karena kerumitan atau kesulitan teknis pembuatannya. Keahlian serta kreativitas perajin muda sekarang dalam membuat ukiran bahkan sering kali lebih hebat dari pendahulunya. Alasan pasarlah yang menjadi faktor utama. Perajin tidak berani membuat stok macan kurung karena rendahnya minat pembeli asing dan daya beli konsumen lokal.
Hak Cipta Dewasa ini macan kurung sudah tidak lagi menjadi primadona, namun geliat pengusungan macan kurung masih sangat terasa. Geliat tersebut nampak dalam berbagai momentum terutama yang dilakuan oleh para seniman, Pemerintah Kabupaten Jepara, media masa, dan publik Jepara.
Sesekali masih ada perajin yang membuat macan kurung walaupun tidak jelas apakah ukiran itu akan terjual atau tidak. Motivasinya bermacam-macam: ada yang mencoba menarik perhatian barang kali ada yang terpikat membeli; sekadar mengoleksi untuk apresiasi bagi pengunjung; ada pula perajin yang bernostalgia dengan kesibukan membuat karya seni itu seperti pada masa kejayaannya dulu.
Strategi kreatif juga masih terus dilakukan perajin. Salah satunya dengan cara mengemas macan kurung menjadi suvenir replika yang lebih simpel dari segi ukuran, bentuk, maupun teknik pembuatannya. Perajin menyederhanakan teknik pembuatan untuk keperluan tertentu, tanpa berbenturan dengan nilai-nilai yang harus dilestarikan. Cara ini diharapkan dapat memperkenalkan kembali macan kurung sebagai ukiran khas yang menginspirasi.
Komunitas seni peran termasuk bagian yang terinspirasi oleh macan kurung. Sebuah kelompok teater bekerja sama dengan Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya sempat mengusung macan kurung sebagai lakon dalam sebuah pementasan kolosal di Jepara, Semarang, dan Jakarta.
Selain itu Pemerintah Kabupaten Jepara tiada henti berupaya melekatkan di hati masyarakat melalui berbagai kegiatan. Seperti yang dilakukan dalam beberapa kali pameran di dalam dan di luar negeri. Pemerintah mencoba menampilkan ukiran macan kurung sekaligus mendemonstrasikan proses pembuatannya.
Upaya hukum dilakukan pada tahun 2008 dengan mendaftarkan bersama dengan puluhan desain ukiran khas Jepara lainnya kepada Dirjen HKI untuk mendapatkan perlindungan hukum atas aset budaya Jepara. Dengan adanya perlindungan hukum terhadap macan kurung maka diharapkan tidak akan terjadi lagi klaim hak cipta dari pihak asing.
Masalahnya Patung Macan Kurung adalah sebuah seni kerajinan yang selama ini diakui telah menjadi ciri khas yang dimiliki masyarakat Jepara. Namun walaupun menjadi salah satu ciri bagi kerajinan masyarakat Jepara, pembuat patung macan kurung saat ini hanya tinggal satu orang saja. Membuat patung macan kurung, memang butuh keahlian khusus. Tingkat kesulitannya lebih tinggi dibanding membuat patung-patung hewan lain, yang biasa di jumpai di tempat pengrajin.
Patung macan kurung terbuat dari satu batang kayu yang dibuat utuh dan didalam kurungan ada patung macan yang tengah bermain dua bola. Hasil kerajinan ini sudah diakui menjadi salah satu ikon kerajinan bagi kabupaten Jepara. Pemerintah daerah pun telah memajang replika patung macan kurung ini di perbatasan kabupaten Jepara dan Kudus untuk mempromosikannya.
Walaupun patung macan kurung diakui menjadi salah satu ikon kerajinan di Jepara, namun anehnya, saat ini yang mampu membuat patung ini hanya tinggal satu orang. Suyanto, warga Desa Mulyoharjo Rt 4 RW 4 ini mengaku di Jepara tidak ada yang mempunyai keahlian membuat patung macan kurung, selain dirinya. Yanto merupakan gerenasi ke empat dari Asmo, yang merupakan pencetus patung macan kurung di Jepara. Yanto yang saat ini sudah berusia 42 tahun belajar membuat patung macan kurung secara otodidak sejak berusia 20 tahun dari ayahnya, Nardi.
Sementara itu, ayah suyanto, Nardi, yang merupakan generasi ke tiga dari Asmo, mengatakan pengrajin macan kurung di Jepara hanya dikuasai oleh keluarganya saja. hal itu merupakan keahlian yang terus diwariskan dari generasi ke genarasi. Nardi, yang saat ini sudah berusia 69 tahun mengatakan sudah tidak lagi membuat patung macan kurung. Aktivitas itu sudah diganti oleh anaknya, Suyanto. Namun sewaktu muda, Nardi sudah tak terhitung lagi membuat patung macan kurung dengan berbagai ukuran. Di sisa umurnya kini, Nardi hanya sesekali memantau anaknya yang sedang membuat patung macan kurung jika ada pesanan.
Kerajinan Patung macan kurung tersebut pertamakali dicetuskan oleh Asmo kemudian diwariskan pada akannya, sarwi, dan dilanjutkan anaknya lagi Narto, dan kali ini masih di pegang oleh Suyanto. Suyanto sendiri kali ini sudah menyiapkan generasi baru yang anakn melanjutkan, yakni anaknya Ariyandi yang masih berusia 20 tahun.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar